Bukan Cuma Nasionalis, Tapi Juga Globalis

Refleksi Terhadap Tema Antologi yang Kini Kita Tulis

Daffa R Farandi
7 min readFeb 6, 2024
When globe in your hand

Ini merupakan salah satu tulisanku untuk antologi RK. Tulisan ini mungkin akan melemahkan, mengesalkan atau menjengkelkan bagi sebagian darimu. Tapi, aku yakin selalu ada dorongan yang tercipta dari teguran, pecutan dan panasnya bara api bagi mereka yang bermental baja, berhati bening, dan berakal budiman. Tulisan ini akan menjadi kritik dari tema besar dari buku ini sekaligus menguatkan para pembaca yang kuyakin mayoritasnya adalah penulis buku ini. Kenapa? Karena memang penulis buku ini menjadi harap untuk tiap-tiap sektor yang mereka geluti.

Sering kudapati narasi-narasi yang dibangun beberapa lembaga pendidikan, organisasi, atau penyelenggara beasiswa yang berfokus pada pengembangan diri memiliki cita-cita dan visi untuk mengembangkan didikan yang berdampak pada negara which is Indonesia. Sering pula kudapati training yang tema-temanya mengangkat nilai-nilai nasionalisme dan bagaimana pemuda mampu memberikan sumbangsihnya kepada negara.

Diawal ketika banyak mendengar narasi seperti ini aku anggap hal ini menjadi hal yang mewah dan cukup besar untuk direalisasikan atau bahkan diuji efektivitasnya. Namun, seiring berjalan waktu yang juga di titik itu pula narasi seperti ini sudah cukup inflasif, maka kumerasa hal ini sudah tidak terlalu wah. Sulit untuk disebut visioner karena kurasa masih ada tembok yang lebih tebal dan jauh untuk ditembus. Apa itu? Yap benar sekali isu-isu internasional.

Sudah saatnya kita menaikkan level cita-cita kita ke jenjang yang lebih tinggi. Kita perlu kurangi keegoisan kita yang mana kepedulian selalu diarahkan pada negara dan masyarakat terdekat. Kita perlu sadari ada pula jutaan orang di luar Indonesia yang juga menunggu dampak kita sebagai seorang manusia yang mana allah sematkan visi agung kepada seorang manusia terbaik dari kalangan manusia itu pula. Yaitu Rahmatan Lil ‘alamin.

Nabi Muhammad Saw sebagai representasi dari manusia yang ada di muka bumi dan juga teladan bagi umatnya dititipkan misi besar untuk menjadi rahmat atau pemberi kasih sayang untuk alam semesta. Sadarkah? Alam semesta itu bukan hanya Mekkah dengan gurun dan berhalanya. Bukan pula madinah dengan pohon-pohon kurmanya. Tapi wilayah wilayah di arab saudi, romawi, persia, palestina, gaza, Andalusia, bahkan Cina, Indonesia, sampai ujung negara manapun. This person was born to conquer and spread love in the entire world. Bukan misi ecek-ecek, bukan pula misi kaleng-kaleng.

Segersang gersang

Teringat pula kisah Ir. Soekarno yang dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia pun, masih memiliki fokus konsentrasi untuk berkontribusi dalam memerdekakan negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Setelah merdeka, masih ikut aktif membebaskan penjajahan di muka bumi dengan mengirimkan tentara Garudanya ke berbagai pelosok negara berkonflik.

Ini menjadi bukti bahwa Ir. Soekarno bukan hanya bervisi sebagai pemimpin yang berdampak kepada negara dan entitas di dalamnya. Tapi juga menjadi pemimpin dari negara yang memiliki pengaruh terhadap negara lain, bahkan di level benua lain (Afrika) sebagai bentuk komitmen cipta perdamaian yang merupakan value dari negara yang ia pimpin. Spread peace to other countries. Bukan hanya menikmati perjuangan dan hasilnya sendiri bersama dengan rakyat-rakyatnya, tapi menyebarkan hal tersebut (bersama dengan rakyatnya) kepada mereka yang membutuhkan di berbagai belahan Dunia.

Contoh terdekat yang bisa kita lihat saat ini adalah Elon Musk dengan Tesla dan Space X nya. Mari kita telaah! Apakah Elon menciptakan Space X hanya untuk kepentingan komersil sehingga keuntungan yang ia raih bisa melebihi GDP Amerika, lalu menyebarkannya dalam bentuk CSR? Apakah Space X diciptakan agar ia menjadi warga yang berdampak bagi masyarakat lokal saja? Apakah Space X tercipta sebagai alat memperkaya value diri saja? Jujur semua jawaban adalah tidak.

Photo by SpaceX on Unsplash

Tahukah kalian? Space X diciptakan dengan north star metrics dan noble goal yang sangat amat gila. Ketika bumi di masa yang akan datang (mungkin 50–100 tahun lagi) tidak layak huni karena sumber daya alamnya habis dan atmosfer yang ditempati tidak lagi senyaman dulu sampai di titik dimana manusia akan sulit menghela nafas, Bagaimana kemudian peradaban bisa tetap bertahan dan selamat?

Maka terciptalah Space X yang memiliki misi menjadi perusahaan penyelamat manusia dari momentum tersebut dengan menjadi layanan transportasi untuk ekspedisi darurat ke luar planet sehingga peradaban manusia, flora, fauna serta berbagai macam makhluk hidup lainnya bisa terselamatkan. Aku, kamu, ayah, dan bundamu, atau mungkin kamu dan pasanganmu yang masih ingin menikmati waktu-waktu bersama di sisa hidupmu, bisa terus mendapatkan momen indah itu di keadaan bumi sedang dalam krisis.

Hal menarik lain yang kurasa kita semua perlu tahu adalah masa dimana Elon Musk memproyeksikan semua yang ia eksekusi sekarang. Semua ini diproyeksikan ketika ia masih Senior High School atau dibangku SMA. Sekitar tahun 1970 an yang mana jarak waktunya dari hari ini adalah sekitar 53 tahun. Tentu itu hal yang sangat luar biasa untuk seorang bocah yang besar di India dengan latar belakang keluarga yang belum bisa mendukung sesuai ekspektasi.

Kebaikan kebaikan global hanya akan muncul dari visi global. Visi Global membutuhkan Kapasitas Global. Kapasitas Global membutuhkan daya juang global. Daya juang global juga memerlukan mental dan kontinuitas global. Kalau teman-teman menanyakan definisinya, mari kita diskusi dan ngopi bersama. Hehehehehe..

Sakura dan Visi Global

Sakura kujadikan sebuah logo karena warna yang menarik menggambarkan masa depan yang harmoni. Bukan hanya lantaran berkelopak lima yang menggambarkan komponen-komponen sebelumnya, tapi juga punya banyak makna dan cerita. Bukan sekarang, tapi nanti untuk masa depan. Indahnya bukan hanya jadi presentasi akhir yang bahagia, tapi juga hangatnya mereka yang hadir mendukung dari banyak arah.

Sebagai gambaran sebesar apa kompetensi global yang dimiliki seseorang dan mempengaruhi visi globalnya, mari kita melihat dua contoh kasus dari salah dua manusia berdampak di dunia. Bill Gates dan Elon Musk.

Mang Elon
Mas Bill

Elon Musk:

  • Rutinitas Global: Sehari 2 buku beres

Global Impact: Net Worth Elon Musk (based on Spending Space X dan Tesla)

  • 3,100,000 USD or 48,419,519,572.20 IDR for SpaceX Spending in 2023 [1]
  • 9 000 000 USD = 140 585 049 639.00 IDR for Tesla spending in 2023 [2]

Bill Gates:

  • Rutinitas Global: Setahun 50 Buku (yang berarti sebulan 4 -5 buku)
  • Global Impact:
  • Net Worth Bill Gates: 124 Billion USD = Rp 1.954.612.000.000.000,00 [3]

Kita di tengah konflik yang mengarah kepada perang dunia ketiga. Kita menghadapi masalah global dengan konsekuensi dan penyelesaian global pula. Lantas visi, kapasitas, dan daya juang kita masih bersifat lokal. Apa nantinya kita justru ngga tergerus oleh masalah-masalah global tersebut?

Maka kalau sekarang ada orang yang nyinyir atau ngedumel “Negara sendiri belum bener, masa mengurus masalah negara orang? Masa ga prioritaskan negara sendiri? Masyarakat yang miskin dikemanakan dan mereka yang nganggur gimana nasibnya?” Bro, this is an unvisioner perspective from the fighter. Bukan cara pandang orang visioner. Mirip dengan mereka yang mendukung child free, yang gamau diganggu dengan anaknya padahal anak adalah salah satu yang bisa menggugurkan dosa kita ketika kita sudah wafat. Mereka hanya berfokus pada personal pain in short term tanpa melihat konsekuensi lebih jauh kedepan.

Salah satu permasalahan yang kutemukan yang akhirnya membuat seseorang tidak bervisi secara internasional adalh kemampuan untuk bersaing dalam linguistik sebagai modal dasar mencapai kapabilitas-kapabilitas lain yang sumbernya dari luar negeri ini. Hal ini aku validasi dengan market research dari misi problem discovery temanku, Rakean Radya Al Barra. Banyak user yang memvalidasi hipotesis ini dengan tanggapan yang mengejutkan. Tapi intinya, keterbatasan ini menjadi salah satu tembok besar yang membuat kita sulit mencapai visi internasional.

Kalau teman-teman merasa sudah ada beberapa inkubator yang fokus pada pengembangan visi internasional seperti Elite Circle binaan Ust. Muhammad Elvandi, Lc. M.A. memang konsep yang ditawarkan hampir sama, cuma entah kenapa aku sedikit sekali bertemu orang-orang yang punya visi se-global Elon Musk atau Bill Gates. Tapi ada, barang satu atau dua orang memiliki visi ini. Pernah temanku ada yang menyampaikan kalau dia punya mimpi dan visi untuk menjadi orang yang membebaskan Romawi. Mendengar hal-hal seperti itu jujur membesarkan hati dan pikiran yang kadang berpikir berlebihan terkait hal-hal remeh temeh.

Sebagai penutup, mungkin di masa yang akan datang, aku akan menciptakan inkubator itu. Yang mampu mengumpulkan dan melahirkan generasi dengan cara pandang dan visi global yang tidak hanya mampu membawa Indonesia ke kontestasi dunia, namun memiliki visi kontribusi untuk dunia. Maybe conquer the world? Save the galaxy? Or automize the world? Kita belum tahu akan seperti apa nanti dunia di tangan orang-orang seperti mereka. Oleh karenanya, mari kita wujudkan.

--

--

Daffa R Farandi

Ketika hati menyeru dan terpancing menggerutu sedang lisan tak mampu mengungkapkan maumu, menulis akan membantumu