Berseri nanti Hingga Bersemi
A Preparation Before The Journey
Biar dia tumbuh
Tumbuh yang ditanam untuk dituai nanti
Nanti ketika tiba waktunya hadir
Hadir diusahakan tapi juga menemui takdir
Kalaulah terlihat indah
Indah di mata, di pikir, dan rasa
Rasa lelah dan sabar lebih megah
Megah dalam rayakan mekar
Dua ratus lima puluh dua
Bukan perkara mudah bukan senang
Beratnya pasti terasa
Di tengah rajab, sya’ban, ramadhan
Hingga muharam tiba
Semoga tetap terjaga dengan tulisan yang sama
Biar proses tak merusak ujungnya
Biar ia dipersembahkan
Pada waktu dan tempat yang seharusnya
Ya allah ya tuhan
Hati kami hanya berharap
Engkau yang tahu kemana mereka akan bersua
Bertahan hingga kembalinya
Apakah ke tempat awal dan riang
Atau mendulang nestapa membara
Hanya bisa yakin
Yakin sang memberi tak harap kembali
Kembali juga kepada diri
Diri yakin akhir berseri
Berseri nanti hingga bersemi
Pagi, dua dua belas
Semoga engkau berkahi
Selamatkan juga ampuni
Selalu kuingin sampaikan kalau kertas ataupun wadah tulisan itu bukan cuma menampung hasil pikiran. Tapi juga rasa dan sensasi. Yang mana sulit untuk diterka dengan pemahaman logis, tapi (menurutku) bisa dipahami dengan dialog yang dibangun atas dasar ketidakpahaman terhadap tulisan.
Sejauh ini, puisi yang kubuat bukan untuk dinikmati maknanya karena terlalu sulit ditebak. Tapi rangkaian kata dan gambar yang tertera harapanya bisa menghibur. Kalau tidak pun tak apa karena yang aku tulis target utamanya diri sendiri, bukan orang lain.